
Dengan penyakit itulah, umat Islam
mengalami perpecahan. Sebab yang diperjuangkan bukan lagi agama mereka, tetapi
materi dan keduniaan yang pada akhirnya tidak lagi mengindahkan kekompakkan dan
persatuan di antara sesama ummat Islam. Di samping itu sifat buih, seberapa
banyak dan sebesar apapun, ia akan terombang-ambing oleh angin yang meniupnya.
Itulah tamsil umat Islam yang tidak memperkokoh persatuan. Hal inilah yang
diisyaratkan oleh Al-Sonhaji, bahwa penyebab segala isim (nama) menjadi
makhfudh (rendah dan hina) adalah karena tunduk dan ikut-ikutan terhadap huruf
khofad (faktor kerendahan). Atau dalam istilah nahwu lain, isim menjadi majrur
(objek yang terseret-seret/mengikuti arus) karena disebabkan mengikuti huruf
jar (faktor yang menyeret-nyeretnya) .
Karena itu, hendaknya ummat Islam selalu
menjadi ikan hidup di tengah samudera. Meskipun air samudera terasa asin, namun
sang ikan hidup tetap terasa tawar. Sebaliknya, jika ummat ini bagaikan ikan
mati, maka ia dapat diperbuat apa saja sesuai keinginan orang lain. Bila diberi
garam ia akan menjadi ikan asin dan lain sebagainya. Berusahalah, Maka Jalan
Akan Terbuka Dalam kaidah ilmu nahwu, di antara tanda nashob adalah fathah.
Secara lafdziah, kata nashob bermakna bekerja dan berpayah-payah. Sedang kata
fathah bermakna terbuka. Dalam hal ini, maka mereka yang mau bekerja dan
berupaya serta berpayah-payah (nashob) dalam usaha, maka mereka akan
mendapatkan jalan yang terbuka (fathah). Sesulit apapun problem yang dihadapi,
jika berusaha dan berpayah-payah untuk mengatasinya, maka insya Allah akan
menemukan jalan keluarnya. Oleh karena itu Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya
Aku tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang berbuat di antara kalian dari
laki-laki dan wanita”. (Ali Imran: 195).
Dalam Kitab Diwan As-Syafi’i. Imam
Syafi’i pernah menulis bait syair sebagai berikut:
سافر
تجد عوضا عمن تفارقه # وانصب فان لذيذ العيش فى النصب
اني رأيت وقوف الماء يفسده # ان سال طاب وان
لم يجري لم يطب
Pergilah bermusafir, maka anda akan dapatkan pengganti
orang yang anda tinggalkan ; Bersusah payahlah !, karena kenikmatan hidup ini
didapat dengan bersusah payah (nashob). Sungguh aku menyaksikan mandeg-nya air
dapat merusakkan dirinya ; Namun bila ia mengalir ia menjadi baik. Dan jika
menggenang ia jadi tidak baik. Dalam bait syair ini, Imam Syafi’i ingin
menegaskan, bahwa orang yang berpangku tangan dan tidak mau bekerja keras akan
menjadi rusak, bagaikan rusaknya air yang tergenang sehingga menjadi comberan
yang kotor dan bau. Sebaliknya, bila ia mau bersusah payah dan bergerak maka ia
bagaikan air jernih yang mengalir. Indahnya kenikmatan hidup ini terletak pada
bersusah payah. Bahkan al-Quran mengisyaratkan kepada kita untuk tidak
berpangku tangan di tengah waktu-waktu senggang kita. Bila usai melakukan satu
pekerjaan, cepatlah melakukan hal lain. Firman Allah SWT: فاذا فرغت فانصب “Dan
jika kamu selesai (melakukan tugas), maka lakukanlah tugas lain (nashob)” (Al
Insyiroh: 7).
Kepastian Akan Menimbulkan Rasa Tenang Kaidah lain yang terdapat
dalam ilmu nahwu adalah, bahwa di antara tanda jazm adalah sukun. Secara
lafdziah, kata jazm bermakna kepastian. Sedang kata sukun berarti ketenangan.
Ini mengajarkan kepada kita, bahwa kepastian (jazm) akan melahirkan rasa
ketenangan (sukun).
Orang yang tidak mendapatkan kepastian dalam suatu urusan
biasanya akan merasakan kegelisahan. Sebagai contoh seorang remaja yang ingin
melamar seorang gadis kemudian tidak mendapatkan kepastian, dia akan mengalami
kegelisahan. Demikian juga orang yang hidupnya sendiri, ia tidak mendapatkan
ketenangan. Oleh karena itu Allah SWT mengisyaratkan kita agar mempunyai teman
pendamping dalam hidup ini agar mendapat ketenangan. Firman Allah SWT:
ومن آياته ان خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا اليها
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah
adalah Ia menjadikan bagimu pasangan dari jenismu (manusia) agar kalian merasa
tenteram kepadanya” (Ar Rum: 21). Wallahu a'lam...
0 komentar:
Posting Komentar