MENCEGAH KEMUNGKARAN DALAM TIMBANGAN SYARIAT
الحمد لله مبدع الاوراح فى الاجسام المنعم على العباد
بالنعم الجسام الذي تفرد بجلال احدينه وكمال صمديته قائما بعز الدوام احمده على ما
بلغ من المزاح واشكره على ما اسبغ من الانعام
اشهد ان لا اله الا
الله وحده لا شريك له الملك القدوس السلام
اشهد ان محمد عبده
ورسوله خير الانام صلى الله عليه وعلى اله واصحابه صلاة وسلاما متلازمين الى يوم
القيام
اللهم صل على سيدنا
محمد افضل المخلوقات وعلى اله وصحبه مااختلفت الساعات
اما بعد فيا ايها الناس اتقوالله حق
تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون
Hadirin
jamah jum’ah yang dimuliakan oleh Allah SWT
Dalam
kehidupan sehari-hari tentu kita sering melihat kemungkaran, baik yg dilakukan
oleh anak, istri, keluarga bahkan oleh
tetangga-tetangga kita, tapi sangat di sayangkan masih ada diantara kita yg
bersikap apatis , masa bodoh. “bukan urusan kita” tidak ada upaya sama sekali untuk mencegahnya
walaupun kita mampu mencegahnya.
Mengajak
berbuat baik (Amar ma’ruf) dan mencegah berbuat mungkar (Nahi mungkar) adalah kewajiban
setiap individu muslim, Dua sifat ini telah dipuji dalam firman Allah Ta’ala :
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
(yang artinya): “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf (kebaikan), dan mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron [3] : 110)
Seorang
ahli tafsir terkemuka, Ibnu Katsir rahimahullah dalam
tafsirnya yg terkenal “Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir “ yg kita kenal dg
Tafsir Ibnu Katsir “ mengatakan,
“Barangsiapa dari umat ini yang memiliki sifat semacam ini (yaitu beramar
ma’ruf, nahi mungkar dan beriman kepada Allah, ), maka dia termasuk dalam pujian yang
disebutkan dalam ayat ini. Namun sebaliknya, barangsiapa yang tidak memiliki
sifat semacam ini, maka dia memiliki keserupaan dengan ahli kitab. Allah telah
mencela mereka (ahlu kitab) sebagaimana yang disebutkan dalam ayat :
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ
فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
(yang
artinya), “Mereka
satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.” (QS. Al Ma’idah [5] : 79).”
Saudaraku
kaum muslimin yg berbahagia,
Abu Zakariyyah Yahya bin
Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy yg lebih kita kenal dg nama
Imam An-nawawi Dalam kitab Al-arbani
nawawi hadist ke 34
Rasulullahshallallahu`alaihi
wa sallam bersabda:Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah)
dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(Riwayat
Muslim dari sahabat yg mulia Abu said al-kudri)
Dalam hadits ini menjelaskan kepada kita mengenai tingkatan dalam mengingkari kemungkaran. Hadits ini
juga menunjukkan bahwasanya barangsiapa yang mampu untuk merubah kemungkaran
dengan tangannya, maka wajib dia menempuh cara itu. Namun perlu diperhatikan
bahwa hal ini hanya boleh
dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan/ kekuasaan terhadap orang yang
berada di bawahnya dan bukan sembarang orang boleh merubah dengan tangannya. Contoh orang semacam ini adalah penguasa dan bawahan yang
mewakilinya dalam suatu kepemimpinan yang bersifat umum (Seperti Polisi) . Atau
bisa juga hal itu dikerjakan oleh seorang kepala rumah tangga pada keluarganya
sendiri dalam kepemimpinan yang bersifat lebih khusus. Yang dimaksud dengan ‘melihat
kemungkaran‘ dalam hadits ini bisa dimaknai
dengan melihat dengan mata dan yang serupa dengan itu atau melihat
dalam artian mengetahui informasinya. Apabila
seseorang bukan tergolong orang yang berhak merubah kemungkaran dengan
tangannya, maka kewajiban ini beralih dengan menggunakan lisan yang memang
mampu dilakukannya. Kalau pun untuk itu tidak sanggup, maka dia tetap
berkewajiban untuk merubahnya dengan hati dan inilah selemah-lemah iman.
Merubah kemungkaran dengan hati adalah dengan cara membenci kemungkaran
tersebut. (Lihat Fathul Qowil
Matiin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al
Badr, pada hadits no. 34).
Amar ma’ruf nahi mungkar bukanlah dilakukan
dengan main hatam saja, tanpa melihat koridor syari’at, sebagaimana yang
dilakukan sebagian kelompok Islam saat ini. Pokoknya ada tempat maksiat, prostitusi,
dan tempat berkumpulnya musuh-musuh Islam dari kalangan orang kafir langsung
dihancurkan, bahkan dengan dibom sehingga sebagian kaum muslim malah terkena
imbasnya. Saudaraku, seorang muslim yang cerdas tentu akan mengikuti aturan
yang ada, bukan hanya asal-asalan dan sekedar semangat dalam melarang
kemungkaran. Seharusnya ketika hendak beramar ma’ruf nahi mungkar, seseorang
memikirkan terlebih dahulu maslahat dan mudhorot yang akan muncul, manakah di
antara keduanya yang lebih dominan. Jika suatu kemungkaran bisa hilang secara
keseluruhan atau sebagiannya saja, maka pada kondisi ini, hukum melarang
kemungkaran menjadi wajib. Jika kemungkaran yang dihilangkan itu berpindah kepada
kemungkaran lain yang semisal, maka merubah kemungkaran perlu ditinjau lagi.
Namun jika kemungkaran yang dihilangkan malah akan menimbulkan
kemungkaran yang lebih besar, maka dalam hal ini melarang kemungkaran
menjadi haram. (Lihat Syarh Arba’in
An Nawawiyah, hadits no. 25)
Al-imam Abu Abdillah Syamsuddien Muhammad bin Abi Bakr bin Ayub bin
Sa`ad bin Huraiz bin Makiy Zainuddien Az-Zar`i Ad-Dimasyqi rahimahullah : “Jika mengingkari kemungkaran menimbulkan suatu kemungkaran
yang lebih besar dan menimbulkan sesuatu yang dibenci Allah dan Rasul-Nya, maka
tidak boleh merubah kemungkaran pada saat itu walaupun Allah membenci pelaku
kemungkaran dan mengutuknya.” (I’lamul Muwaqqi’in, 3/4)
Saudaraku
yg berbahagia.
Jika kita melihat adanya
kemungkaran, misalnya ada yg mengedarkan narkotika, minum-minuman keras,
portitusi, perzinaan, ada yg ingin membuat makar dalam negara ini dll,
sementara kita tdk memiliki kekuasaan utk mencegahnya, maka yg harus kita
lakukan adalah melaporkan hal tersebut kepada pemerintah dalam hal ini adalah
Polisi. Untuk dilakukannya Nahi mungkar terhadap kemaksiatan tersebut, islam
melarang kita dalam menegakkan amar maungkar menimbulkan kemungkaran yg sama
bahkan kemungkaran yg jauh lebih besar.
Jika
kita tdk mampu mencegah dengan tangan kita, maka pada tingkatan ke dua adalah
dg Lisan, menasehati pelaku kemaksiatan dg baik, dg lemah lembut, tdk gegabah
tdk gampang mengkafirkan karena kesalahan yg di perbuatnya, untuk itulah
dipersyaratkan bagi yg mau menasehati pelaku kemaksiatan untuk berilmu lebih
dahulu. Hendaklah dia
mengetahui keadaan orang yang akan diajak pada kebaikan dan dilarang dari suatu
kemungkaran. Hendaklah dia memperhatikan pula maslahat yang akan muncul ketika
melakukan hal ini.
Al Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin
Abdus Salam Al Haroni Ad Dimasqi mengatakan, “Hendaklah
orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar memiliki tiga bekal : [1] berilmu, [2]
bersikap lemah lembut, dan [3] bersabar. Berilmu harus dimiliki sebelum seseorang itu
beramar ma’ruf nahi mungkar. Sikap lemah lembut harus ada ketika (di
tengah-tengah) melakukan hal ini. Dan sikap sabar harus
dimiliki setelah seseorang
beramar ma’ruf nahi mungkar.” (Lihat
kitab Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, ).
Saudaraku yg berbahagia,
Jika kita tdk mampu mencegah dg tangan kita
karena kita tdk memiliki kekuasaan apa-apa atasnya, kemudian kita tdk sanggup
menasehati karena kurangnya ilmu yg kita miliki. Maka kita masih beramar maruf
nahi mungkar dg cara membenci kemungkaran tersebut, kita membenci kemungkaran
tersebut ada di rumah kita, kita membenci kemungkaran tersebut ada di
lingkungan kita, dg kebencian sebenar-benarnya kebencian, jika kita membenci
kemungkaran tapi tdk ada rasa benci pada kemungkaran tersebut bahkan melindungi
maka sungguh kita tdk mengingkari kemungkaran. Kita melindungi pengedar
carnopen, kita melindungi pelaku kejahatan, kita melindungi bahkan kita
memberikan fasilitas org untuk melakukan kemungkaran, maka sungguh kita
terjatuh dalam dosa dan kemaksiaan,.
Alloh Ta’ala berfirman :
وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ
Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. ” (QS. Al Maidah: 2).
Ayat ini menunjukkan bahwa terlarang saling
tolong menolong dalam maksiat.
Rasululloh bersabda :
“Barangsiapa yang memberi
petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek
tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa
mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1017).
Imam
Nawawi rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang
memberi petunjuk pada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti orang
yang mengikutinya. Aliran pahala atau dosa tadi didapati baik yang memberi petunjuk
pada kebaikan atau kesesatan tersebut yang mengawalinya atau ada yang sudah
mencontoh sebelumnya. Begitu pula aliran pahala atau dosa tersebut didapati
dari mengajarkan ilmu, ibadah, adab dan lainnya.” (Syarh Shahih Muslim Imam An-nawawi)
Akhirnya
marilah kita selalu open dg lingkungan tempat tinggal kita, kita cegah
kemungkaran yg ada di sekitar kita dg tangan, nasehat dan kita membencinya.
اعوذبالله من الشيطان الرجيم بسم
الله الرحمن الرحيم والعصر ان الانسان لفي خسر الا الذين امنو وعملوا الصالحاة
وتواصوب الحق وتوا صوا بالصبر
بارك الله لي ولكم فى
القران العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الايات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم
تلاوته انه هو السميع العليم واستغفر الله انه هو الغفور الرحيم
0 komentar:
Posting Komentar