Media Dakwah LPDI Al-Ihya Tuban, Dibawah bimbingan Al-ustad Hadi Muhammad Baagil

Rabu, 11 Maret 2020

( KHUTBAH JUM'AT - MENCEGAH KEMUNGKARAN )


MENCEGAH KEMUNGKARAN DALAM TIMBANGAN  SYARIAT


الحمد لله مبدع الاوراح فى الاجسام المنعم على العباد بالنعم الجسام الذي تفرد بجلال احدينه وكمال صمديته قائما بعز الدوام احمده على ما بلغ من المزاح واشكره على ما اسبغ من الانعام
اشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له الملك القدوس السلام
اشهد ان محمد عبده ورسوله خير الانام صلى الله عليه وعلى اله واصحابه صلاة وسلاما متلازمين الى يوم القيام
اللهم صل على سيدنا محمد افضل المخلوقات وعلى اله وصحبه مااختلفت الساعات
اما بعد فيا ايها الناس اتقوالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون
Hadirin jamah jum’ah yang dimuliakan oleh Allah SWT
Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita sering melihat kemungkaran, baik yg dilakukan oleh anak, istri,  keluarga bahkan oleh tetangga-tetangga kita, tapi sangat di sayangkan masih ada diantara kita yg bersikap apatis , masa bodoh. “bukan urusan kita”  tidak ada upaya sama sekali untuk mencegahnya walaupun kita mampu mencegahnya.


Mengajak berbuat baik (Amar ma’ruf) dan mencegah berbuat mungkar (Nahi mungkar) adalah kewajiban setiap individu muslim,  Dua sifat ini telah dipuji dalam firman Allah Ta’ala :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

(yang artinya): “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf (kebaikan), dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron [3] : 110)


Seorang ahli tafsir terkemuka, Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya yg terkenal “Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsiir “ yg kita kenal dg Tafsir Ibnu Katsir “ mengatakan, “Barangsiapa dari umat ini yang memiliki sifat semacam ini (yaitu beramar ma’ruf, nahi mungkar dan beriman kepada Allah, ), maka dia termasuk dalam pujian yang disebutkan dalam ayat ini. Namun sebaliknya, barangsiapa yang tidak memiliki sifat semacam ini, maka dia memiliki keserupaan dengan ahli kitab. Allah telah mencela mereka (ahlu kitab) sebagaimana yang disebutkan dalam ayat :

كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

(yang artinya), “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.” (QS. Al Ma’idah [5] : 79).”


Saudaraku kaum muslimin yg berbahagia,
 Abu Zakariyyah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy yg lebih kita kenal dg nama Imam An-nawawi  Dalam kitab Al-arbani nawawi hadist ke 34

Rasulullahshallallahu`alaihi wa sallam  bersabda:Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(Riwayat Muslim dari sahabat yg mulia Abu said al-kudri)

Dalam hadits ini menjelaskan kepada kita  mengenai tingkatan dalam mengingkari kemungkaran. Hadits ini juga menunjukkan bahwasanya barangsiapa yang mampu untuk merubah kemungkaran dengan tangannya, maka wajib dia menempuh cara itu. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan/ kekuasaan terhadap orang yang berada di bawahnya dan bukan sembarang orang boleh merubah dengan tangannya. Contoh orang semacam ini adalah penguasa dan bawahan yang mewakilinya dalam suatu kepemimpinan yang bersifat umum (Seperti Polisi) . Atau bisa juga hal itu dikerjakan oleh seorang kepala rumah tangga pada keluarganya sendiri dalam kepemimpinan yang bersifat lebih khusus. Yang dimaksud dengan ‘melihat kemungkaran‘ dalam hadits ini bisa dimaknai dengan melihat dengan mata dan yang serupa dengan itu atau melihat
dalam artian mengetahui informasinya. Apabila seseorang bukan tergolong orang yang berhak merubah kemungkaran dengan tangannya, maka kewajiban ini beralih dengan menggunakan lisan yang memang mampu dilakukannya. Kalau pun untuk itu tidak sanggup, maka dia tetap berkewajiban untuk merubahnya dengan hati dan inilah selemah-lemah iman. Merubah kemungkaran dengan hati adalah dengan cara membenci kemungkaran tersebut. (Lihat Fathul Qowil Matiin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr, pada hadits no. 34).

Amar ma’ruf nahi mungkar bukanlah dilakukan dengan main hatam saja, tanpa melihat koridor syari’at, sebagaimana yang dilakukan sebagian kelompok Islam saat ini. Pokoknya ada tempat maksiat, prostitusi, dan tempat berkumpulnya musuh-musuh Islam dari kalangan orang kafir langsung dihancurkan, bahkan dengan dibom sehingga sebagian kaum muslim malah terkena imbasnya. Saudaraku, seorang muslim yang cerdas tentu akan mengikuti aturan yang ada, bukan hanya asal-asalan dan sekedar semangat dalam melarang kemungkaran. Seharusnya ketika hendak beramar ma’ruf nahi mungkar, seseorang memikirkan terlebih dahulu maslahat dan mudhorot yang akan muncul, manakah di antara keduanya yang lebih dominan. Jika suatu kemungkaran bisa hilang secara keseluruhan atau sebagiannya saja, maka pada kondisi ini, hukum melarang kemungkaran menjadi wajib. Jika kemungkaran yang dihilangkan itu berpindah kepada kemungkaran lain yang semisal, maka merubah kemungkaran perlu ditinjau lagi. Namun jika kemungkaran yang dihilangkan malah akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar, maka dalam hal ini melarang kemungkaran menjadi haram. (Lihat Syarh Arba’in An Nawawiyah, hadits no. 25)

 Al-imam Abu Abdillah Syamsuddien Muhammad bin Abi Bakr bin Ayub bin Sa`ad bin Huraiz bin Makiy Zainuddien Az-Zar`i Ad-Dimasyqi rahimahullah : “Jika mengingkari kemungkaran menimbulkan suatu kemungkaran yang lebih besar dan menimbulkan sesuatu yang dibenci Allah dan Rasul-Nya, maka tidak boleh merubah kemungkaran pada saat itu walaupun Allah membenci pelaku kemungkaran dan mengutuknya.” (I’lamul Muwaqqi’in, 3/4)

Saudaraku yg berbahagia.
            Jika kita melihat adanya kemungkaran, misalnya ada yg mengedarkan narkotika, minum-minuman keras, portitusi, perzinaan, ada yg ingin membuat makar dalam negara ini dll, sementara kita tdk memiliki kekuasaan utk mencegahnya, maka yg harus kita lakukan adalah melaporkan hal tersebut kepada pemerintah dalam hal ini adalah Polisi. Untuk dilakukannya Nahi mungkar terhadap kemaksiatan tersebut, islam melarang kita dalam menegakkan amar maungkar menimbulkan kemungkaran yg sama bahkan kemungkaran yg jauh lebih besar.

Jika kita tdk mampu mencegah dengan tangan kita, maka pada tingkatan ke dua adalah dg Lisan, menasehati pelaku kemaksiatan dg baik, dg lemah lembut, tdk gegabah tdk gampang mengkafirkan karena kesalahan yg di perbuatnya, untuk itulah dipersyaratkan bagi yg mau menasehati pelaku kemaksiatan untuk berilmu lebih dahulu. Hendaklah dia mengetahui keadaan orang yang akan diajak pada kebaikan dan dilarang dari suatu kemungkaran. Hendaklah dia memperhatikan pula maslahat yang akan muncul ketika melakukan hal ini.

Al Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam Al Haroni Ad Dimasqi mengatakan, “Hendaklah orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar memiliki tiga bekal : [1] berilmu, [2] bersikap lemah lembut, dan [3] bersabar. Berilmu harus dimiliki sebelum seseorang itu beramar ma’ruf nahi mungkar. Sikap lemah lembut harus ada ketika (di tengah-tengah) melakukan hal ini.  Dan sikap sabar harus dimiliki setelah seseorang beramar ma’ruf nahi mungkar.” (Lihat kitab Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, ).

Saudaraku yg berbahagia,
Jika kita tdk mampu mencegah dg tangan kita karena kita tdk memiliki kekuasaan apa-apa atasnya, kemudian kita tdk sanggup menasehati karena kurangnya ilmu yg kita miliki. Maka kita masih beramar maruf nahi mungkar dg cara membenci kemungkaran tersebut, kita membenci kemungkaran tersebut ada di rumah kita, kita membenci kemungkaran tersebut ada di lingkungan kita, dg kebencian sebenar-benarnya kebencian, jika kita membenci kemungkaran tapi tdk ada rasa benci pada kemungkaran tersebut bahkan melindungi maka sungguh kita tdk mengingkari kemungkaran. Kita melindungi pengedar carnopen, kita melindungi pelaku kejahatan, kita melindungi bahkan kita memberikan fasilitas org untuk melakukan kemungkaran, maka sungguh kita terjatuh dalam dosa dan kemaksiaan,.

Alloh Ta’ala berfirman :

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS. Al Maidah: 2).

Ayat ini menunjukkan bahwa terlarang saling tolong menolong dalam maksiat.

Rasululloh bersabda :
Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek tersebut dan juga dosa dari orang yang mengamalkannya setelah itu tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 1017).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang memberi petunjuk pada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti orang yang mengikutinya. Aliran pahala atau dosa tadi didapati baik yang memberi petunjuk pada kebaikan atau kesesatan tersebut yang mengawalinya atau ada yang sudah mencontoh sebelumnya. Begitu pula aliran pahala atau dosa tersebut didapati dari mengajarkan ilmu, ibadah, adab dan lainnya.” (Syarh Shahih Muslim  Imam An-nawawi)


Akhirnya marilah kita selalu open dg lingkungan tempat tinggal kita, kita cegah kemungkaran yg ada di sekitar kita dg tangan, nasehat dan kita membencinya.


اعوذبالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم والعصر ان الانسان لفي خسر الا الذين امنو وعملوا الصالحاة وتواصوب الحق وتوا صوا بالصبر
بارك الله لي ولكم فى القران العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الايات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم واستغفر الله انه هو الغفور الرحيم


0 komentar:

Posting Komentar